Text
Menggalang perubahan: perlunya perspektif gender dalam otonomi daerah
kebijakan otonomi daerah mungkin bisa memberikan rasa adil bagi sebagian masyarakat. Tetapi apakah kebijakan otonomi daerah sudah memberikan keadilan bagi perempuan dan laki-laki secara setara? Hal ini penting untuk mempertanyakan karena dari sejumlah kebijakan publik di tingkat daerah selama proses pelaksanaan otonomi daerah ini nampaknya persoalan kesetaraan gender ini belum mendapat perhatian utama.Bahkan sejumlah daerah secara sengaja atau tidak justru menjadikan perempuan sebagai obyek peraturan. Misalnya, karena maraknya prostitusi maka ada darrah yang membuat peraturan anti-prostitusi yang ujungnya melarang perempuan keluar malam, atau melakukan razia terhadap perempuan yang keluar malam. Padahal dalam kenyataan praktek perdagangan perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan praktek korupsi terjadi di daerah tersebut. Otonomi daerah masih mengesampingkan peran perempuan. Salah satu indikasinya dapat dilihat bagaimana proses pengambilan keputusan ditingkatan daerah, perempuan seringkali tidak dilibatkan. Seringkali peraturan-peraturan daerah tiba-tiba keluar namun akhirnya berdampak kepada perempuan yang menjadi sasaran. Di Sumatera Barat misalnya, hampir saja keluar kebijakan yang jelas-jelas merugikan perempuan, yaitu melarang perempuan keluar malam, dengan asumsi dapat mengurangi kegiatan prostitusi. Pertanyaanya mengapa justru perempuan yang dilarang keluar malam, mengapa laki-laki tidak Jelas? ini suatu kebijakan yang mendeskreditkan perempuan. Beruntung terjadi penolakan dari kelompok perempuan, sehingga pasal yang berbunyi melarang perempuan keluar malam ini dihapuskan.
Demikian pemaparan Gadis Arivia, Board of Director Yayasan Jurnal Perempuan dalam acara peluncuran buku dan diskusi “Menggalang Perubahan; Pentingnya Perspektif Gender Dalam Otonomi Daerah” yang diselenggarakan oleh Yayasan Jurnal Perempuan bekerjasama dengan World Bank dan Kedutaan Denmark Untuk Indonesia. Acara yang berlangsung di hotel Le-Meredien Jakarta, Selasa (11/01/05) ini menghadirkan juga Sita Aripunami dari Women Research Institute (WRI), Maria Susiawati dari bagian Pemberdayaan Perempuan Wonosobo dan di moderatori oleh Dewi Fortuna Anwar dari LIPI. Hadir juga untuk memberi sambutan dalam acara ini Andrew Sterr, Country Director World Bank Indonesia dan Geert Aagaard Andersen Duta Besar Denmark Untuk Indonesia.
KP.II-00115-2 | KP,II GAD M | My Library | Available |
KP.II-00115-1 | KP,II GAD M | My Library | Available |
No other version available