Text
Mengadili korban: praktek pembenaran terhadap kekerasan negara
Daftar kejahatan orde baru terlampau panjang. Menghadapi kasus-kasus ini( seperti :peristiwa tanjung priok,kasus kedung Ombo,kasus Marsinah,dan kekejaman terhadap anggota PKI adalah beberapa di antaranya), Orde baru menamengi diri dengan praktek pembenaran melalui sistem peradilan. Mereka yang diadili adalah korban-korban dan bukan pelaku kejahatan, dengan tuduhan ampuh yaitu tindakan subversi. Buku ini mencatat dan menuturkan kembali bagaimana pola-pola pelanggaran HAM dilakukan.Buku ini patut dibaca,demi menyegarkan ingtan kita akan kejahatan Orde Baru. Buku ini, yang merupakan “kompilasi” peradilan-peradilan sesat di zaman Orde Baru, berusaha menunjukkan kenyataan bahwa hukum telah disalahgunakan oleh penguasa untuk mengadili musuh-musuh politiknya. Semua perangkat hukum, undang-undang, sistem pengadilan dan sebagainya diciptakan, didayagunakan sedemikian rupa untuk membunuh gerakan demokrasi dan gerakan politik yang tidak disukai rezim, sekadar untuk menunjukkan bahwa kesewenangan rezim sah adanya, karena tindakan-tindakan anti demokrasi itu dilegitimasi pengadilan. Atau dengan kata lain, merupakan praktek pembenaran oleh penguasa. Sangat tepat jika buku ini diberi judul Mengadili Korban, karena sejak rezim Orde Baru muncul, para korban dari situasi politiklah yang selalu diadili di muka pengadilan, bahkan dikucilkan di kamp-kamp tahanan tanpa diadili. Ironis, bahwa korbanlah yang diadili, bukan pelakunya, karena pelakunyalah yang empunya hukum dan kekuasaan. Para korban sudah berusaha membuktikan bahwa mereka tidak bersalah dan memang demikian adanya, namun para hakim Orde Baru kebanyakan tidak mau mendengar, dan memutuskan perkara yang sudah ditentukan bahkan jauh sebelum sidang pengadilan digelar. Suara kritis dan kritik dianggap kejahatan oleh rezim, apa yang kemudian disebut kriminalisasi politik. Ini semua merupakan salah satu bentuk kekerasan negara yang dalam buku ini diartikan sebagai tindakan rezim ketika penggunaan kekerasan melalui instrumen represi dilakukan di luar kewenangan negara. Kompilasi peradilan-peradilan politik yang sesat ke dalam sebuah buku, menjadi amat penting, untuk melihat kembali sebuah periode yang dalam sejarah negeri ini yang buram di bawah rezim yang jahat. Pada hakikatnya, buku ini berusaha menyusun kembali apa yang selama ini sudah mulai dilupakan orang: kediktatoran rezim Suharto. Di bawah rezim ini, anak-anak muda yang kritis ditangkapi, ditahan, diadili dan dipenjara. Musuh rezim Soeharto adalah anak-anak muda, dari Peristiwa Malari (1974), hingga kasus Suara Independen (1995), dari Peristiwa ITB, aksi menentang pemerintah (1989) hingga kasus pengkambinghitaman para aktivis Partai Rakyat Demokratik. Tentu saja, yang paling tidak bisa dilupakan adalah kekerasan negara kepada para pengikut Partai Komunis Indonesia. Akhirnya, agar tidak bermaksud menggurui pembaca, kami ucapkan selamat membaca dan mudah-mudahan bisa menentukan sikap dan
KP.V.7-00012 | KP.V.7 SAM M | My Library | Available |
No other version available