Text
Hubungan struktural masyarakat hukum adat. suku bangsa, bangsa, dan negara : (ditinjau dari perspektif hak asasi manusia)
Interaksi dan integralitas masyarakat hukum adat tumbuh dalam kekayaan budaya dan tradisi. Ia lantas menjadi keanekaragaman identitas, budaya, tradisi, bahasa, dan kepercayaan. Namun, keanekaragaman itu, realitasnya semu. Terjadi pembalikan ontologis: Negara lebih real daripada masyarakat hukum adat. Secara struktural kekuasaan pun, ia dinilai sebagai "the other". Dibiarkan hidup, tapi dalam batas-batas toleransi. Sementara dari sudut pandang ideologi birokrasi dan keamanan nasional, "the other" tetap dinilai berbahaya. Singkatnya, anomali ini perlu didomestifikasi, dihomogenisasikan dan diteritorialisasikan.
Problem masyarakat adat dan Negara muncul tatkala hukum Negara menegasikan eksistensi masyarakat hukum adat serta fungsi hukum-hukum tak tertulis yang mereka anut. Ketegangan ini terjadi di level lokal, nasional dan internasional dalam hal pengakuan, p[enghormatan dan perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat, yang menurut undang-Undang Dasar 1945 menjadi kewajiban utama Negara. Tak jarang, ketegangan itu lantas memicu timbulnya gejolak horizontal maupun vertikal. Ini akibat penyelenggara Negara tak memberi ruang cukup atau mengabaikan keberadaan struktur sosial politik masyarakat hukum adat. Di sisi lain, ketika terjadi konflik sumberdaya alam antara masyarakat hukum adat, perusahaan dan atau dengan Negara, masyarakat selalu diberi stigma sebagai pihak yang menghambat pembangunan dan mengganggu ketertiban umum. Pola pengkambing-hitaman masyarakat ini adalah wujud penyalah-gunaan hak Negara menggunakan kekerasan.
Dalam hubungan struktural masyarakat hukum adat, suku bangsa, bangsa, dan negara, ada sejumlah pandangan yang perlu dipertimbangkan oleh Negara. Pengakuan atas otonomi asli, yaitu ruang politik hukum untuk mengurus diri sendiri, soal hak atas ruang hidup: tanah dan sumberdaya alam dalam wilayah adat, dan soal letidak-terpisahan sejumlah hak yang dimiliki secara turun temurun (a bundle of rights), dan soal kelembagaan adat sebagai struktur sosial politik dalam komunitas yang merepresentasikan komunitas. Hal tersebut perlu dipertimbangkan, sebab kesenjangan struktural selama masa Post-New Order ini bukan makin menyempit tetapi makin menganga. YAng tergadai sesungguhnya adalah yang paling hakiki dari kehidupan rakyat sendiri, yaitu jati diri dan HAMnya itu.
KP,III.00070 | KP,III SUS h | My Library | Available |
KP.III 00070-01 | KP.III SUS h | My Library | Available |
No other version available