Text
Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Perspektif: Viktimologi, Krimonologi, dan Hukum Pidana
Kehamilan yang tidak direncanakan dapat terjadi karena berbagai hal. Salah satunya adalah akibat perkosaan, yang berdampak berat dan luas antara lain dampak psikologis, dampak sosial yang tidak hanya dirasakan oleh ibu tetapi anak yang akan lahir. Pengaturan aborsi bagi korban perkosaan di Indonesia telah diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Di dalamnya dikatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, namun larangan tersebut tidak berlaku jika ada indikasi kedaruratan medis, seperti kesehatan ibu dan janin terancam, atau kehamilan dalam kasus perkosaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prinsip-prinsip hukum aborsi bagi korban yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 dilihat dari perspektif masalah yang digagas oleh Attufi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara prinsipil materi hukum aborsi bagi korban perkosaan yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sejalan dengan konsep maslahah yang digagas oleh Attufi. Namun demikian, adanya batasan usia kehamilan maksimal enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir menjadi hal yang menyebabkan undang-undang tersebut tidak lagi sejalan dengan konsep maslahah attufi. Ketidakselarasan ini disebabkan adanya kemungkinan kondisi psikis yang dialami oleh perempuan hamil korban perkosaan yang mengakibatkan ketidaktahuan awal kehamilan. Dalam arti, bisa jadi perempuan tersebut baru mengetahui kehamilannya melebihi batas waktu tersebut. Namun demikian, kebolehan ini juga harus melalui pertimbangan-pertimbangan perbandingan kemaslahatan dan kemafsadatan yang ada sesuai dengan kasusnya masing-masing.
KP.IX.000158 | KP.IX EKO a | My Library | Available |
No other version available