Text
Jurnal Perempuan 98: Perempuan dan Kebangsaan
Proklamasi 1945 telah dideklarasikan tujuh puluh tiga tahun silam, tetapi hari ini kita masih menghadapi problem kebangsaan. Reformasi 1998 yang membuka pintu bagi berbagai ideologi turut memberi jalan bagi kekuatan konservatif agama dan gerakan purifikasi identitas untuk bangkit dan berkembang. Gerakan ini tumbuh seiring dengan menguatnya gagasan dominasi atas perempuan dan kelompok marginal. Sementara bila kita melihat kembali gagasan Indonesia sebagai negara-bangsa, ia dibangun atas dasar konsepsi antikolonialisme artinya konsepsi tentang Indonesia adalah sebagai komunitas politik. Meskipun demikian fakta sosiologis terkait keberagaman identitas kultural sejak awal telah diakui dan diterima. Bahkan jika kita kaji lebih lanjut, kita dapat menemukan peran dan gagasan penting gerakan perempuan atas ide kebangsaan. Susan Blackburn (2007) mencatat kongres nasional pertama organisasi-organisasi perempuan yang diadakan di Yogyakarta pada Desember 1928 secara jelas mengisyaratkan orientasi nasionalisnya. Pidato yang disampaikan Sitti Soendari salah satu tokoh perempuan di kongres tersebut, tentang “Kewajiban dan Cita-Cita Putri Indonesia” telah membicarakan ide kebangsaan dalam kerangka keberagaman. Ia mengimajinasikan Indonesia sebagai taman bunga yang luas yang berisi berbagai jenis bunga yang terlihat indah ketika bersama. Akan tetapi ide ini berubah ketika Indonesia merdeka dan menjadi negara, dimana negara bukan dianggap sebagai taman bunga melainkan keluarga. Sementara ide tentang keluarga dan negara adalah kumpulan orang yang memiliki pemimpin, sehingga makna kebangsaan kemudian bergeser (Ruth I Rahayu 2017).
KP XVIII JUR p | KP XVIII JUR p | My Library | Available |
KP XVIII 00150 | Perpustakaan Komnas Perempuan (Perpustakaan Komnas Perempuan) | Available |
No other version available