Text
Anak Perempuan dalam Ruang yang Terampas: Menelusuri Praktik Kawin Anak Kota Makasar
Kota Makassar menyaksikan penyempitan ruang material dan perluasan ruang virtual. Di Pasar Pannampu, Pasar Terong, dan Kampung Penggusuran, penduduk tinggal berjejalan di rumah-rumah kecil yang menyempitkan ruang bermain anak-anak, di dalam maupun luar rumah. Kondisi penghidupan di desa yang kian sulit, terutama karena sektor pertanian tanaman pangan yang semakin tidak menjanjikan, membuat penduduk desa terus berdatangan ke kota. Mereka berdesak-desakan di kawasan padat penduduk, termasuk kawasan pasar dan kampung-kampung yang senantiasa mengalami penggusuran.
Salah satu dampak dari situasi penyempitan ruang ini adalah timbulnya keinginan anak-anak untuk mencari ruang yang lebih lapang di luar lingkungan fisik mereka yang sumpek, baik di ruang nyata maupun dunia maya. Di titik inilah pertarungan ruang kekuasaan (power space) terjadi. Anak-anak itu berusaha menciptakan ruang kuasa sendiri (claimed space), untuk mengekspresikan diri menurut kecenderungan alamiah mereka sebagai anak-anak. Tetapi ini segera membentur dinding ruang kuasa lain yang lebih tertutup (closed space), ruang kuasa milik orang dewasa.
Pada anak perempuan, upaya mengklaim ruang yang lebih lapang ini berpengaruh kepada kehidupan mereka. Sebab, orang tua dan pranata masyarakat lainnya pada dasarnya tak memiliki permakluman kepada anak perempuan untuk mencari ruang yang lain kecuali melalui perkawinan. Ruang kuasa itu begitu tertutup bagi mereka. Dengan begitu, reaksi anak-anak perempuan yang ingin menciptakan ruang sendiri memancing reaksi orang dewasa untuk mendesak mereka segera terlibat dalam perkawinkan di usia belia.
KP.IV.6.000135 | KP.IV.6 SIR a | My Library | Available |
No other version available