Text
Menuju keadilan global : pengertian, mandat dan pentingnya statuta roma
Jika sembilan penulis dengan berbagai latar belakang keahlian mengupas Statuta Roma dan Keadilan Global dalam satu buku tentu bukan tanpa alasan. Akan tetapi apakah itu Statuta Roma sehingga menarik perhatian begitu besar? Dilihat dari kata generiknya ‘Statuta’ ‘Roma’ seperti hukum dasar (statuta) mengenai (kota) Roma? Dan apakah kaitannya dengan keadilan (global)? Apa pula relevansinya dengan Indonesia? Roma – Italia, 17 Juli 1998, 148 negara berkumpul untuk mengambil keputusan atas sebuah perjanjian internasional untuk terbentuknya International Criminal Court (sering diterjemahkan dengan Mahkamah Pidana Internasional. Selanjutnya disebut MPI). Kesepakatan itu diadopsi dengan 120 negara setuju, 7 menolak dan 21 abstein. Dalam hukum internasional mengadopsi sebuah perjanjian tidak serta merta membuat perjanjian itu berlaku secara efektif. Seperti umumnya perjanjan internasional lain – keberlakuannya digantungkan pada banyaknya negara yang meratifi kasi yang mengindikasikan keberlakuan perjanjian internasional tersebut pada negara-negara yang bersangkutan. Dalam hal ini syarat keberlakuannya adalah 60 negara meratifi kasinya. Dalam empat tahun, tepatnya 1 Juli 2002 perjanjian itu sudah menjadi hukum internasional. Namun, meski sudah 121 negara yang menjadi bagian dari statuta, Indonesia bukan salah satunya. Di titik inilah pokok persoalannya. Polemik akan penting tidaknya statuta tersebut menjadi bagian dari hukum Indonesia merupakan pangkal penerbitan buku ini. Di titik ini pula buku ini hendak berkontribusi – dengan menjernihkan pemikiran yang keliru mengenai MPI (Abdulkadir Jailani) mulai dari aspek fi losofi s sosiologis hingga praktis politik – legalistik.
KP.III.000114 | KP.III WIG m | My Library | Available |
No other version available