Text
Membedah proses judicial review akta kelahiran di mahkamah konstitusi
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai pelayanan akta kelahiran menjadi rumit dan berbelit-belit akibat kelahiran yang terlambat dilaporkan kepada Instansi Pelaksana setempat yang melampaui batas waktu 60 hari hingga 1 tahun dan harus dengan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat. Ditambah lagi, jika lewat 1 tahun harus dengan penetapan pengadilan seperti diatur Pasal 32 ayat Karena itu, frasa “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam proses penerbitan akta kelahiran karena persetujuan bersifat internal di Instansi Pelaksana. Karena itu, demi kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang terlambat dilaporkan seperti dimaksud Pasal 32 ayat (1) perlu keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana. “Sehingga frasa “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang a quo harus dimaknai sebagai “keputusan” Kepala Instansi Pelaksana,” tutur Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati. Menurut Mahkamah, keterlambatan melaporkan kelahiran melebihi satu tahun yang harus dengan penetapan pengadilan memberatkan masyarakat. Baik yang tinggal jauh di daerah pelosok, maupun di perkotaan. Lagipula, proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam, sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum.
KP.III.000200 | KP.III IND m | My Library | Available |
KP.III.000200-01 | KP.III IND m | My Library | Available |
No other version available