Text
Menuju gerakan sosial penghapusan kekerasan terhadap perempuan
Bukan kabar baru dan bukan sebuah pengetahuan yang asing bahwa sepanjang jaman, kaum perempuan mengalami proses dehumanisasi melalui penindasan, subordinasi, marginalisasi, serta menjadi korban kekerasan (baca: kekejaman). Lingkungan rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat berteduh dan berlindung dari segala ancaman justru menjadi ajang penyiksaan terselubung terhadap kaum perempuan yang paling sulit dibongkar. Hal itulah yang mendorong para aktivis perempuan memandang perlu untuk mendesakkan Konvensi International Untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW). Namun konvensi atau bahkan pengakuan bahwa hak asasi perempuan adalah HAM tidak serta merta dapat menghentikan persoalan kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Sejumlah deklarasi maupun konvensi yang telah dicetuskan dan diratifikasi tetap saja belum mampu melindungi dan mencegah tindakan pelanggaran terhadap hak asasi perempuan. Pada umumnya, persoalan HAM yang diatur oleh suatu kebijakan, konstitusi, hukum, bahkan konvensi masih sangat terfokus pada bentuk-bentuk pelanggaran yang kasatmata dan mudah diidentifikasi baik dari sisi korban maupun sisi pelaku. Sementara sebagian besar pelanggaran HAM, terutama yang menimpa kaum perempuan, bersifat tersembunyi dan tidak mudah diindentifikasi. Pelaku pelanggaran tidak hanya dilakukan oleh individu, namun juga oleh kelompok sosial tertentu dalam masyarakat. Bahkan negara yang karena kelalaiannya, ikut terlibat sebagai pelaku dengan melakukan pembiaran berlangsungnya kekejaman atas perempuan. Inilah fakta pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat supra individu, melembaga dan sistematis, lintas sosial dengan melingkupi struktur dan kultur mulai dari rumah tangga, lingkungan kerja, komunitas, kelas, maupun negara. Selubung pelanggaran HAM seperti ini sanggup menyilapkan mata banyak pihak. Para penegak hukum yang bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap kemanusian seringkali tidak tahu kelalaiannya. Demikian pula halnya dengan para korban, seringkali tidak merasakan bahwa dirinya telah menjadi korban pelanggaran HAM, dan di tingkat tertentu justru menyalahkan diri mereka sendiri. Lebih menyedihkan lagi adalah sebagian besar warga masyarakat seringkali, dalam konteks pelanggaran HAM struktural, cenderung bersikap menyalahkan korban (blaming of the victims)
KP.IV.00055 | KP.IV.WID m | My Library | Available |
KP.IV.00055-01 | KP.IV WID m | My Library | Available |
No other version available