Text
Kompleksitas Mekanisme Penempatan BMP ke luar negeri : Beberapa Permasalahan dan Alternatif Solusinya
Fenomena keberadaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri bukanlah suatu hal yang baru. Jika dilihat dari catatan sejarah, kepergian warga Indonesia untuk bekerja di luar negeri dimulai pada abad XIX. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menempatkan warga Indonesia ke Suriname dan Kaledonia Baru untuk menjadi kuli kontrak. Namun demikian, faktor geografis dan budaya yang berdekatan dengan Malaysia juga telah mendorong kepergian warga negara Indonesia secara sukarela ke negara tersebut sejak masa lampau. Di era tahun 1970-an, melonjaknya harga minyak di pasar internasional telah menyebabkan lahirnya masyarakat kelas menengah di Saudi Arabia. Saat itu muncul kebutuhan akan pembantu rumah tangga yang menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat kelas tersebut. Kemudian di era tahun 1990-an, arus kepergian warga Indonesia untuk mencari pekerjaan ke luar negeri mengalami peningkatan dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997 (lihat Grafik 1). Dari jumlah total yang bermigrasi, lebih dari 70% adalah perempuan dengan mayoritas pilihan jenis pekerjaan di sektor informal sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (selanjutnya disebut PLRT. Seperti kita ketahui, peningkatan persentase Buruh Migran Perempuan sebagai Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri setiap tahun terus meningkat. Hal ini tentu diikuti dengan harapan akan meningkat pula jumlah remitansi yang akan mereka berikan. Namun kerangka kebijakan dan manajemen dalam mekanisme penempatan Buruh Migran Perempuan tersebut masih belum memberikan perlindungan secara memadai, sehingga baik jumlah maupun jenis permasalahan pun terus bertambah. Hal ini menjadi fakta signifikan yang menunjukkan adanya kebutuhan mendesak akan keterlibatan secara aktif dari berbagai instansi pemerintah untuk memusatkan perhatiannya bagi penyelesaian berupa kebijakan yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Tenaga Kerja Indonesia, khususnya perempuan yang lebih banyak bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga, lebih memilih bekerja di luar negeri dari pada di negaranya. Hal ini merupakan pilihan yang wajar, khususnya bagi perempuan pedesaan, karena selain mereka mempunyai harapan untuk dapat meraih taraf kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya, juga karena sulitnya lowongan pekerjaan di sekitar wilayah mereka, dan minimnya latar belakang pendidikan yang dimiliki. Namun tentunya kepergian mereka harus dibarengi dengan perlindungan hukum dan kebijakan yang kuat agar mereka tidak dieksploitasi, tidak mendapat kekerasan, dan tidak menjadi korban traficking. Laporan ini merupakan upaya Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dengan dukungan Bank Dunia di dalam memberikan rekomendasi kepada berbagai pihak terkait mengenai perlindungan buruh migran, terutama perempuan, untuk lebih meningkatkan perlindungan kepada Buruh Migran Perempuan yang bekerja di luar negeri, dimulai dari tahapan rekruitmen sampai tahap penempatan dan pemulangan. Laporan ini memuat analisis dari kebijakan ketenagakerjaan yang mempunyai alur dana untuk pengiriman buruh migran sampai pada perlunya penguatan kapasitas lembaga buruh migran, serta upaya yang perlu dilakukan oleh Perwakilan RI di luar negeri di tempat yang banyak terdapat Buruh Migran Perempuan Indonesia
KP X.000063 | KP X.NAO k | My Library | Available |
KP 331.66/KP X.00006 | KP 331.66/KP X.NAO K | Perpustakaan Komnas Perempuan (Perpustakaan Komnas Perempuan) | Available |
No other version available