Text
Pembangunan perkebunan sawit di perbatasan indonesia-malaysia, diskriminasi rasial terhadap masyarakat adat
Membahas masalah pembangunan dan perlindungan hak asasi manusia dan lingkungan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan, terkait dengan rencana pemerintah Indonesia membangun perkebunan kelapa sawit sepanjang 850 km di perbatasan tersebut yang mengancam kehidupan masyarakat adat. Walaupun sampai saat ini proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit ini belum ada kejelasan berkenaan dengan berapa kilometer dari titik batas nol yang akan digunakan untuk proyek ini. Beberapa sumber menyebutkan akan dibangun perkebunan kelapa saw it 10 Km dari titik batas nol tetapi beberapa sumber lain menyebutkan 100 km, sehingga proyek ini bukan hanya akan dibangun di Kalimantan Barat dan Kalimantan Barat, tetapi juga akan memasuki wilayah Kalimantan Tengah (sebagian kabupaten Murung Raya). Proyek vii Pembangunan Perkebunan Sawit di Perbatasan Indonesia-Malaysia : Diskriminasi Rasial Terhadap Masyarakat Adat ini juga tidak jelas menyebutkan tentang siapa investor yang akan berivestasi. Antara kabur dan jelas itulah yang terjadi dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit di perbatasan IndonesiaMalaysia antara wilayah Kalimantan-Sabah dan Sarawak (Kasaba). Ketidakjelasan proyek ini semakin menjadi-jadi dengan adanya informasi terbaru yang dirilisDepartemenPertanian yang menyatakan bahwa pembangunan kelapa sawit di perbatasan hanyalah 180 ribu ha bukan 1,8 juta ha.1 Memang rencana mega proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit masih tidakjelas keberadaannya, tetapi substansi pembangunan perkebunan kelapa sawit sepertinya telah hadir disana. Hal ini terbukti apabila kita berkunjung ke daerah perbatasan, tampaknya rencana proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit di perbatasan tersebut benar adanya. Berbagai perkebunan sawit sudah dibangun. Pembangunan merata hampir di seluruh kabupaten di wilayah perbatasan. Apabila rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit ini benarbenar dilaksanakan, pembangunan ini akan menimbulkan berbagai persoalan mendasar di wilayah perbatasan, antara lain : pertama, dari sisi proses kebijakan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini sangat top down, sama sekali tidak mengikutsertakan partisipasi masyarakat yang akan terkena dampak. Sebenamya siapa yang paling diuntungkan dari dikeluarkannya kebijakan ini, apakah masyarakat yang tinggal di perbatasan ataukah pihak lain?. Perlu digaris bawahi bahwa kawasan-kawasan hutan di perbatasan Indonesia-Malaysia bukanlah ruang kosong, tetapi di beberapa kawasan hutan disana terdapat hutan-hutan adat dimana masyarakat adat adalah pemilik sah beberapa kawasan tersebut. Jikalau pemerintah tidak mengajak konsultasi mereka, pemerintah terkesan tidak menganggap mereka, atau bahkan pemerintah tutup mata terhadap keberadaan mereka atau malah tidak menganggap keberadaan mereka. Seharusnya pemerintah melakukan konsultasi dahulu dengan masyarakat di Perbatasan khususnya masyarakat adat sebagai pemilik sah sebagian besar kawasan hutan adat di Perbatasan Kalimantan IndonesiaMalaysia dan meminta persetujuan dari masyarakat. Karena pembangunan perkebunan kelapa sawit akan sangat mengancam keberadaan mereka.
KP.VI.00076 | KP.VI.AHM p | My Library | Available |
No other version available