Text
Fiqh keseharian Buruh Migran
Buruh migran memang menghadapi persoalan yang berat, sudah menanggung beban psikologi seperti meninggalkan keluarga, kampung halaman dan tanah air demi sesuap nasi, ditambah kurangnya perlindungan yang maksimal dari pemerintah di negara tujuan. Lengkap sudah beban buruh migran. Padahal kita tahu, buruh migran menyumbang devisa yang tidak kecil bagi negara. Buruh migran adalah penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor pertambangan, minyak bumi dan gas. Ini sungguh potret persoalan yang dihadapi dan perlu dicarikan terobosan jalan keluar oleh kita semua sebagai anak bangsa.
Imam Nakha’i dan Marzuki Wahid—yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren dan pemerhati kajian keislaman—lewat buku “Fiqh Keseharian Buruh Migran”, juga merasa perlu merumuskan jalan keluar untuk membantu memberikan ‘kemudahan’ bagi para buruh migran. Hanya saja, keduanya, dalam buku ini, lebih memilih fokus pada persoalan-persoalan hukum keagamaan sehari-hari yang dihadapi buruh migran dalam situasi “tidak normal” seperti ditegaskan di atas. Sebab, bagaimanapun, fiqh merupakan konstruksi hukum para pendahulu yang mendialogkan sumber pertama agama Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dengan realitas sekitar yang terus bergerak dan berubah.
KP XV.000109 | KP XV NAK f | My Library | Available |
No other version available