Text
Konstruksi sosial gender di pesantren-studi kuasa kiai atas wacana perempuan
Buku ini mengemukakan bahwa pada kenyataannya wacana terkait kesetaraan gender masih sering menjadi polemik di lingkungan pesantren. Hal ini masih dikarenakan anggapan bahwa gender merupakan produk Barat yang berkembangan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alhasil, mayoritas pesantren di wilayah Indonesia masih tetap mempertahankan nilai – nilai gender tradisional yang bersumber pada kitab – kitab klasik karangan ulama terdahulu. Adapun kajian dalam kitab – kitab tersebut masih mengadopsi nilai – nilai lama mengedepankan superioritas laki – laki sehingga posisi wanita seolah – olah termarginalkan (subordinasi). Maka, perlu adanya rekonstruksi terhadap pemahaman yang kabur mengenai konstruksi gender terutama di lingkungan pesantren. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia memiliki peranan yang penting dalam proses doktrinasi keagamaan dan memiliki peran besar dalam hal sosialisasi gender. Hal ini disebabkan adanya perubahan mendasar dalam proses sosial gender yang menuju arah egaliter dan salah satunya berasal dari lingkungan pesantren. Di lingkungan pesantren, Kiai dan Nyai memiliki peranan dalam mendistribusikan nilai – nilai luhur Islam kepada para santri pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Proses transfer berikutnya dilakukan oleh para santri sebagai garda terdepan dalam dakwah Islam yang seharusnya memiliki wacana keagamaan yang sensitif gender. Namun pada kenyataannya, wacana terkait kesetaraan gender masih sering menjadi polemik di lingkungan pesantren. Hal ini masih dikarenakan anggapan bahwa gender merupakan produk Barat yang berkembangan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alhasil, mayoritas pesantren di wilayah Indonesia masih tetap mempertahankan nilai – nilai gender tradisional yang bersumber pada kitab – kitab klasik karangan ulama terdahulu. Adapun kajian dalam kitab – kitab tersebut masih mengadopsi nilai – nilai lama mengedepankan superioritas laki – laki sehingga posisi wanita seolah – olah termarginalkan (subordinasi). Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memberikan apresiasi tinggi kepada wanita. Segala hal yang berusaha menyudutkan wanita baik marginalisasi, diskriminasi, ataupun subordinasi tidak pernah lahir dari rahim Islam. Justru perlu adanya rekonstruksi terhadap pemahaman yang kabur mengenai konstruksi gender terutama di lingkungan pesantren. Buku ini berusaha memaparkan tentang peranan para Kyai dan Nyai dalam pembentukan diskursus gender dalam Islam yang dominan di kalangan pesantren dan secara kuat mempengaruhi pandangan para santri mengenai isu gender dalam Islam. Sebagai pelaku utama, Kyai dan Nyai memiliki pengaruh terkuat dalam transfer informasi dan ajaran agama yang mengandung pesan bermuatan gender selain sebagai panutan dalam hal perilaku keseharian. Terbagi dalam enam pokok bahasan, hasil disertasi Dr. Ema Marhumah mengupas tuntas tentang pola sosialisasi gender di dua pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Al Munawwir sebagai representasi pesantren salaf dan Pondok Pesantren Ali Maksum sebagai representasi pondok modern. Dalam bab ketiga dipaparkan siapa saja agen sosialisasi gender di pesantren, mulai dari para Kyai sampai pada tema sebaya para santri. Tak lepas dari alur yang telah ada,peran, moetode dan media dalam sosialisasi gender di pesantren menjadi bagian menarik dengan adanya klimaks ketegangan dalam proses sosialisasi gender di pesantren. Kajian mengenai sosialisasi gender di pesantren ini menyajikan gambaran komprehensif tentang diskursus dan konstruksi sosial gender di pesantren dimana para pemimpin pesantren terbukti memiliki andil paling signifikan dalam upaya konstruksi peran sosial gender tradisional
KP.II-00116 | INA.VII.41 EMA k | My Library | Available |
No other version available