Text
Prosiding: seminar lokakarya ;perlindungan sosial untuk buruh migran perempuan:;perlindungan sosial untuk buruh migran perempuan
Program nasional penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan salah satu kebijaksanaan pembangunan nasional dalam upaya menanggulangi pengangguran dan keterbatasan tersedianya lapangan kerja di dalam negeri. Indonesia merupakan negara pengirim tenaga kerja terbesar di Asia Tenggara setelah Filipina. Sampai bulan Juni 2005 Depnakertrans melaporkan bahwa jumlah buruh migran Indonesia (TKI) mencapai 3.808.741 orang, di mana sebagian besar (72,5%) adalah Buruh Migran Perempuan (BMP). Besarnya minat kaum perempuan untuk bekerja ke luar negeri disebabkan oleh desakan ekonomi keluarga dan peluang kerja yang ditawarkan tidak menuntut syarat yang tinggi, serta upah yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan bekerja di dalam negeri. Buruh Migran Perempuan (BMP) Indonesia memiliki karakteristik yang khas pada umumnya berasal dari pedesaan, berpendidikan rendah, dan kurang memiliki keahlian serta kurang mampu berkomunikasi yang membuat mereka rentan untuk dieksploitasi dan menjadi korban kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab, sejak mulai perekrutan, pemberangkatan dari dalam negeri sampai di negara tujuan, dan kembali ke daerah asal mereka. Perlindungan sosial merupakan suatu kebutuhan yang penting dan sangat mendesak bagi para BMP guna meningkatkan kesejahteraannya. Namun demikian, perlindungan sosial yang selama ini telah dikembangkan belum dapat mengatasi kerentanan-kerentanan yang dihadapi oleh para BMP. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan sistem perlindungan sosial yang mampu memberikan perlindungan secara menyeluruh kepada BMP, sehingga BMP dan keluarganya dapat meningkatkan kesejahteraannya. Kepedulian dan peran serta semua pihak baik pemerintah pusat, daerah, maupun organisasi non-pemerintah, serta pemangku kepentingan lain sangat dibutuhkan untuk saling bersinergi dalam menjalankan perannya masing-masing. Selama ini para BMP yang mayoritas bekerja di sektor informal telah memberi keuntungan bagi banyak pihak. Sebaliknya, mereka belum memperoleh perlindungan sebagaimana mestinya seperti yang diperoleh para pekerja lain di sektor formal. Daftar panjang nama-nama BMP yang menjadi korban menjadi bukti bahwa mekanisme perlindungan yang tersedia belum mampu menjawab kebutuhan mereka. Untuk tujuan inilah Bank Dunia mendukung Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam menyelenggarakan semiloka Perlindungan Sosial bagi BMP di Jakarta pada tanggal 2 – 3 Mei 2006 lalu. Semua pemangku kepentingan yang hadir saat itu sepakat bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi BMP dalam pencarian kerja di luar negeri menunjukkan mekanisme perlindungan masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara komprehensif. Pada kesempatan itu pula para pemangku kepentingan duduk bersama dan saling bersinergi untuk mencari solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut.
KP X.000065 | KP X.NAO p | My Library | Available |
KP X.00065-01 | KP X.NAO p | My Library | Available |
No other version available