Text
Hakim ad hoc menggugat (catatan kritis pengadilan hubungan industrial)
Berisi kumpulan tulisan para hakim ad hoc PHI yang semuanya berasal dari serikat buruh. Merupakan manifestasi lebih lanjut dari upaya para hakim ad hoc melakukan reformasi dari dalam. Berisi pandangan terkait isu di PHI, secara konseptual maupun praktis, baik yang bersifat sistem maupun teknis, dan dari perspektif hakim maupun buruh. Juga beberapa persoalan terkait eksekusi yang sulit, PHI yang ditinggalkan buruh karena sulitnya akses, dan perbedaan kewenangan PHI dengan MA, maupun gagasan amandemen UU No. 2 Tahun 2004, khususnya dari segi hukum acara. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Ratio legis-nya adalah mewujudkan kepastian hukum dan keadilan melalui asas peradilan cepat, tepat, adil dan murah. Eksistensi PHI menimbulkan masalah, baik kemampuan pengetahuan pekerja/buruh tentang hukum formil maupun hukum ketenagakerjaan materil, proses lama, dan substansi hukum belum memadai. Tinjauan ini urgen dilakukan untuk identifikasi upaya yang dapat dilakukan agar ratio legis eksistensi PHI terwujud. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan didasarkan pada pengkajian hukum positif, yaitu UU No. 2 Tahun 2004. Pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan untuk mengkaji asas-asas peradilan. Hasil tinjauan ini mengidentifikasi beberapa kelemahan, baik dari segi struktur hukum, substansi dan budaya hukum. Upaya untuk mengatasinya, yakni dengan membentuk PHI di setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota. Revisi UU No. 2 Tahun 2004 yakni : pengaturan yang memperluas pengertian subjek hukum pekerja/buruh dan pengusaha; lembaga konsiliasi dan arbitrase dipertimbangkan keberadaannya; pengaturan upaya hukum kasasi yang nilai gugatannya di bawah Rp.150 juta dihapus; pengaturan pailit dikategorikan sebagai keadaan mendesak dalam pemeriksaan acara cepat sinkron dengan ketentuan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; pengaturan khusus mengenai eksekusi putusan PHI dan pengaturan tidak memperkenankan upaya hukum PK dalam proses eksekusi. Kepastian hukum batas waktu proses administrasi perkara hingga pelaksanaan putusan. Optimalisasi pemanfaaatan sarana Informasi Teknologi (IT) dalam proses administrasi perkara, khususnya pemanggilan “delegasi”.
KP.III.000211 | KP.III TJA h | My Library | Available |
No other version available