Text
Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara
Mengapa kemudian muncul potensi sengketa antar lembaga-lembaga negara? Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (hal.150) dalam sistem ketatanegaraan yang diadopsi oleh UUD 1945 sesudah perubahan pertama (1999), kedua (2000), ketiga (2001), dan keempat (2002), mekanisme hubungan antar lembaga negara tidak lagi bersifat vertikal, melainkan bersifat horizontal. Jika sebelum amandemen konstitusi dikenal adanya lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara, maka pasca amandemen konstitusi tidak dikenal lagi lembaga tertinggi negara. Dalam hal ini, Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”) bukan lagi sebagai lembaga negara tertinggi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, melainkan kedudukannya sederajat dengan lembaga-lembaga konstitusional lainnya seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), MK, Mahkamah Agung (“MA”), dan Badan Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”).
UU MK tidak menjelaskan lebih lanjut batasan lembaga negara yang menjadi subjek dalam perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Artinya tidak ada penyebutan apa saja lembaga negara yang dapat bersengketa dalam sengketa kewenangan lembaga negara. Batasan yang diberikan bahwa selama kewenangan tersebut diberikan oleh UUD maka lembaga tersebut dapat menyelesaikan perselisihan kewenangan tersebut di MK. bahkan Jimly menyebutkan bahwa lembaga negara yang memiliki constitutional importance maka dapat menyelesaikan perselisihan kewenangannya di Mahkamah Konstitusi.
KP.XXI-00104 | KP.XXI JIM S | My Library | Available |
No other version available