Text
Jurnal perempuan 57 : Menelusuri Kearifan Lokal
Sejarah Gerakan Perempuan bersebrangan dengan kearifan Lokal,karena hampir semua kebudayaan menekan atau menindas perempuan, termasuk agama yang sudah menjadi bagian dari kultur atau kebudayaan dalam sebuah masyarakat dan Namun bila dikaitkan dengan gerakan perempuan kearifan lokal tidak dapat diabaikan, seperti tentang rekosiliasi Madura dan Sambas, teryata kearifan lokal sebagai kebudayaan perempuan yang dapat membawa perdamaian. Sengaja Jurnal Perempuan kali ini mengangkat korelasi antara budaya atau tradisi dan keberadaan perempuan dalam masyarakat. Tema ini kita namakan kearifan lokal. Tema yang populer terutama sejak adanya kebijakan tentang otonomi daerah atau desentralisasi di Indonesia. Popularitas tema kearifan lokal ini kemudian terepresentasi dalam lahirnya peraturan-peraturan daerah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menurut mereka berangkat dari falsafah lokal atau daerah. Alih-alih senang dengan desentralisasi yang dalam ekspektasi fase reformasi paska Orde Baru adalah perluasan tentang ide demokratisasi, yang terjadi adalah kearifan lokal yang simbolik, dan wujudnya menjadi kekerasan simbolik yang kemudian menjadi tindakan kekerasan yang fisik. Kearifan lokal yang terjadi menjadi diskriminatif, sama sekali tidak demokratis. Bila dihubungkan dengan kehidupan perempuan, simbol tentang kearifan lokal melalui peraturan daerah ini mengakibatkan perempuan terpenjara. Bagaimana ini bisa terjadi? Tema kearifan lokal ternyata seperti pisau bermata dua, kearifan lokal bila ia mendominasi perempuan, maka ia menjadi kebudayaan yang menindas perempuan. Atau sebaliknya, bila kearifan lokal sebagai kebudayaan bukanlah sebagai alat untuk dominasi, maka kearifan lokal membebaskan kaum perempuan
KP.XVIII.000032 | KP XVIII JUR m | My Library | Available |
No other version available