Text
Mendengar suara lesbian indonesia : kumpulan buah pikir aktivis feminis & pluralis
Perbincangan mengenai seks dan seksualitas perempuan masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat Indonesia, apalagi perbincangan mengenai relasi sesama jenis dan praktek transgender di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kurangnya informasi dan otomatis berdampak pula pada kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pendidikan seksual, terutama yang berhubungan dengan isu Lesbian, Biseksual dan Transgender (LBT). Tidak adanya pengetahuan yang memadai inilah yang menyebabkan munculnya informasi-informasi yang simpang siur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya hingga kemudian memberikan stigma negatif dan diskriminasi kepada kelompok LBT.
Kelompok LBT, walau secara isu ini masih dianggap tabu untuk dibicarakan, keberadaannya sebetulnya semakin nampak di ruang publik. Hal ini ditandai dengan munculnya beragam komunitas dan organisasi LBT di Jakarta maupun wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia–baik yang dideklarasikan secara langsung maupun yang dibentuk di ruang maya, seperti facebook, blog serta website. Mereka pun kerap mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat terbuka seperti seminar, dialog publik, bedah buku, dan lain-lain. Bahkan, organisasi LBT bekerjasama dengan organisasi gay dan waria mulai melakukan kegiatan kampanye bersama seperti roadshow to school/campus, perayaan International Days Against Homophobia, training, seminar dan lain-lain untuk mensosialisasikan keragaman identitas gender dan seksual serta mencegah terjadinya intimidasi kepada murid-murid yang ‘diduga’ LGBT yang kerap terjadi di sekolah (sexual bullying), kekerasan dari keluarga dan persoalan lainnya saat bermasyarakat. Beberapa aktivis LGBT muncul di berbagai media massa untuk mempromosikan hak-hak seksual LBT. Berbagai kalangan, baik individu maupun kelompok, terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang bersinggungan dengan isu LGBT melalui gerakan perempuan, buruh, pluralisme, HIV, hak asasi manusia, dan lain-lain.
Jejaring sosial lewat internet memudahkan terbangunnya jejaring antar komunitas dan organisasi LBT melalui pertemuan-pertemuan kegiatan dan media cyber seperti mailing list, facebook, tweeter, blog, forum chat dan website. Jika pada tahun 1990-an para LBT sangat sulit mencari teman, apalagi tempat berkumpul. Sekarang informasi tempat berkumpul dan berinteraksi kelompok dapat diakses melalui mesin pencari data (search engine) hanya dengan memasukkan kata kunci “lesbian Indonesia.” Dalam waktu sangat singkat, daftar informasi akan muncul berderet. Maraknya penggunaan facebooksebagai jejaring sosial menjadi sarana kemudahan bagi siapa pun untuk menemukan dimana komunitas dan organisasi lesbian serta aktivitasnya. Atas dasar inilah Ardhanary Institute menyimpulkan bahwa lesbian Indonesia semakin terbuka (visible).
Keterbukaan kaum LBT sayangnya tidak sejalan dengan keterbukaan berpikir masyarakat tentang isu seksualitas. Data dokumentasi Ardhanary Institute berdasar berita maupun opini di koran, majalah, internet, mailing list, buku, dan terbitan lain yang dikumpulkan dan dianalisis secara teratur menunjukkan bahwa lesbianisme masih dipandang sempit sebagai seksualitas yang menyimpang sehingga harus dihindari. Wacana negatif tersebut juga masih berkembang di kalangan para akademisi. Sebagai contoh, ketika salah satu relawan Ardhanary Institute menulis artikel mengenai lesbianisme dalam pendekatan psikologi dan dimuat dalam mailing list Psikologi Transformatif, tulisan itu mengundang perdebatan panjang selama hampir dua minggu. Perdebatannya berkutat pada beberapa hal, seperti apakah lesbianisme merupakan penyakit kejiwaan? Apakah orientasi seksual lesbian menular? Pertanyaan-pertanyaan ini sebetulnya tidak perlu lagi diperdebatkan mengingat PPDGJ II (1993) dan III (2010) terbitan Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa para homoseksual dikategorikan sehat secara kejiwaan dan homoseksualitas adalah varian biasa dari seksualitas manusia.
KP.VIII.2.000010 | KP.VIII.2 AGU m | My Library | Available |
No other version available