Text
Dekonstruksi syariah
Sebelum masuk jauh ke dalam pembicaraan dekonstruksi syariat an-Na’i>m, kiranya penting untuk dipahami lebih dahulu adalah, apakah dekonstruksi itu sama dengan membongkar, membubarkan seperti yang biasa kita pahami sehari-hari atau tidak. Untuk menjawab persoalan ini yang harus kita lakukan adalah merunut arti dekonstruksi sebagaimana yang dimaksud oleh pencetus atau pendukungnya. Secara sederhana kita bisa mengatakan dekonstruksi sebagai sebuah tindakan dari subjek yang membongkar sebuah objek yang tersusun dari berbagai unsur. Sebagai sebuah tindakan, yang dilakukan si subyek tentu tidak kosong, dia mesti melibatkan berbagai cara atau metode, yaitu metode subjek membongkar suatu objek yang patut dibongkar. Di situ mau tidak mau nama, Derrida[i] harus disebut, karena dialah yang pertama kali membawa metode dekonstruksi ini di kancah filsafat secara sistematis. Dengan tersebutnya nama Derrida dan tercantumnya kata ‘filsafat” dan “sistematis” nyatalah bahwa dekonstruksi bukan proses bongkar-membongkar yang sederhana, seperti pemahaman sehari-hari terhadap kata itu. Istilah dekonstruksi (deconstruction) sendiri pada mulanya dipakai sebagai terjemahan dari term yang dipakai oleh Heidegger[iii] dalam salah satu bukunya Being and Time yang ditulis pada tahun 1972-an, yaitu destruksi (destruction). Heidegger menggunakan term destruksi ini sebagai upaya pelucutan atas bangunan pemikiran yang telah terbentuk sedemikian rupa. Destruksi di sini artinya pembongkaran (a freeing-up) atau pelucutan (a de-structuring). Walaupun begitu istilah destruction tidak dimaknai Heidegger sebagai penghancuran total (obliteration) yang tidak menyisakan apa-apa lagi. Destruksi yang membawa semangat pembongkaran dan pelucutan ini kemudian memberi inspirasi Jacques Derrida untuk menerapkan ide deconstruction-nya
KP.1 000210 | KP.1 NAI d | My Library | Available |
No other version available