Text
Referensi bagi Hakim Peradilan Agama tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga
Catatan Komnas Perempuan selama lima tahun, lebih dari 95 persen kasus KDRT adalah terhadap isteri. Data 10 tahun terakhir, 70 persen pelaku kekerasan seksual adalah orang-orang dekat dalam relasi privat dan domestik. Artinya institusi domestik yang dulunya menjadi bunker privacy yang tak tertembus, rupanya membekam banyak kasuskekerasan. Tahun 2004 dengan lahirnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah gong penting, di mana kekerasan atas nama apapun di balik pagar rumah, tidak bisa ditolerir dan negara harus hadir untuk menuntaskannya. Delapan tahun sudah UU PKDRT hadir, tetapi seberapa jauh penyiapan sistemnya sudah berjalan? Lembaga layanan untuk korban rata-rata hanya ada satu di setiap kabupaten, training untuk para hakim agar berkeadilan gender juga banyak digeser untuk training anti korupsi, narkoba di kalangan APH. Kalau toh ada soal perempuan, isu trafickinglah yang menjadi mercusuar program di berbagai wilayah, hingga potensial menggeser isu perempuan yang lain. Catatan penting lainnya untuk para hakim agama, paska otonomi daerah, hasil pantauan Komnas Perempuan, hingga Agustus 2012 terdapat 282 kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas. Hasil rekomendasi Universal Periodic Review (UPR) 2012 maupun Concluding Comment Komite Cedaw untuk Indonesia, menegaskan pentingnya pelatihan untuk APH. Komnas Perempuan dengan buku ini, bentuk upaya kongkrit untuk mendekatkan para hakim agama pada pemahaman utuh atas persoalan perempuan dengan perspektif HAM dan gender, dengan detail isu-isu krusial yang sering menjadi kontroversi untuk mengkayakan hakim.
Buku ini hadir untuk menyelip di antara rongga persoalan di atas, dan menyalib berkejaran dengan waktu agar perempuan-perempuan korban kekerasan yang diolah Komnas Perempuan hingga minimum 120 ribu setiap tahun tersebut, jelas nasibnya. Pemutakhiran data ini diharapkan dapat menjadi bahan Hakim dalam membuat terobosan hukum akibat diskriminasi gender yang selalu dialami perempuan dalam perkawinannya. Kalau toh tak berkesempatan mendapat layanan dukungan psikologis, hukum maupun dukungan keberdayaan lain, setidaknya perempuan korban punya tuas penyelamat melalui tangan para hakim akan konteks yang terus melaju, sementara dasar hukumnya jalan di tempat
KP III 000358 | KP XV IND r | Perpustakaan Komnas Perempuan (Perpustakaan Komnas Perempuan) | Available |
No other version available