Text
Jurnal perempuan 50 : Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan Gender adalah seluruh proses dari bagaimana perempuan dan laki-laki menerima manfaat pembangunan mulai dari desain, monitoring dan implementasi, maka perlu juga untuk memahami bahwa PUG bukanlah program melainkan strategi. Maka tidak diperlukan dana khusus, meski terbukti juga bahwa dana tersebut dianggarkan maka sosialisasi tentang keadilan dan kesetaraan gender di Wilayah lokal bisa berjalan dengan efektif. Benarkah strategi pengarusutamaan gender (PUG) di Indonesia gagal? Paling tidak itu yang menjadi salah alasan mengapa Rencana Aksi Nasional Pengarusutamaan Gender menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan saat ini. Karena meski sudah ada beberapa hal yang dicapai di bidang pemerintahan, namun setelah enam tahun diimplementasikannya PUG melalui Inpres No. 9 tahun 2000 ternyata masih ada beberapa kendala yang dihadapi, yakni antara lain belum meratanya pemahaman tentang konsep gender dan PUG di kalangan decision makers, Inpres 9/2000 yang tidak cukup kuat sebagai landasan hukum, masalah pengenalan strategi PUG yang belum cukup menjawab kebutuhan sektor dan daerah, terbatasnya indikator gender yang dapat digunakan untuk menganalisis dan menyusun kebijakan, serta belum digunakannya analisis gender dalam perencanaan pembangunan. Dalam rangkaian konsultasi publik antar sektor yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI dan pihak UNDP di beberapa wilayah, dikeluhkan juga sektor infrastruktur dan transportasi yang belum cukup menjawab kebutuhan perempuan meski persentase dalam anggaran belanja daerah bisa mencapai 70%. Padahal jika kita tengok kembali definisi dari PUG yang salah satunya mengatakan bahwa pengarusutamaan gender adalah seluruh proses dari bagaimana perempuan dan laki-laki menerima manfaat pembangunan mulai dari desain, monitoring dan implementasi, maka perlu juga untuk memahami bahwa PUG bukanlah program melainkan strategi. Karenanya tidak diperlukan dana khusus, meski terbukti juga bahwa jika dana tersebut dianggarkan maka sosialisasi tentang keadilan dan kesetaraan gender di wilayah-wilayah lokal bisa berjalan dengan lebih efektif. Selain ketersediaan dana, pertama advokasi yang intens dari berbagai pihak terutama LSM juga menjadi kunci keberhasilan PUG dan ketiga adalah semangat dan komitmen para pemangku kepentingan untuk melaksanakannya. “We should make a big noise”, demikian ujar Lusheng Jia, ketua MDG’s support unit UNDP. Dalam masyarakat yang demikian patriarkis, kita memang harus seberisik mungkin dalam menyuarakan pelaksanaan strategi PUG. Agar didengar dan terus dikerjakan. Dalam melakukan advokasi PUG di berbagai sektor, tak jarang kami juga mendapat banyak tantangan, mulai dari dibilang “gender kebablasan” hingga teror. Namun para birokrat yang berupaya mengimplementasikan ini di instansinya juga tak kalah beratnya. Mereka bahkan kerap dibilang “birokrat otak LSM”
KP.XVIII.000026 | KP XVIII JUR p | My Library | Available |
KP XVIII.000026-01 | KP XVIII JUR p | My Library | Available |
PK00538PerpusKP | INA.0.50 JUR j | My Library | Available |
No other version available