Text
Islam, Pesantren dan Pesan Kemanusiaan
Publik Indonesia paska reformasi, disuguhkan berita-berita kekerasan dan pengrusakan yang masif, terjadi di hampir seluruh pelosok negeri. Mulai dari urusan yang paling sederhana seperti ketersinggungan pribadi yang berujung tawuran antar desa, sampai pada pertengkaran antar pendukung partai politik, pejabat publik, konflik etnik dan kebenaran agama yang vis-a-vis kesesatan agama. Pengrusakan dan segala bentuk kekerasan ini sesungguhnya berawal dari ketidak-siapan psiko-sosial anak-anak bangsa untuk menerima orang lain yang berbeda secara identitas, dan disulut oleh nafsu serakah untuk merebut dan berkuasa terhadap yang lain.
Perbedaan dianggap sebagai awal dari permusuhan. Sehingga kerja-kerja institusi sosial kita, didorong untuk mencermati orang-orang yang berbeda dari identitas kita dan menelusuri siapa yang melawan kepentingan kita. Semua institusi sosial kemudian berubah menjadi panggung politik Mechavillian untuk memetakan siapa kawan dan siapa lawan. Di antara kawan-kawan pun dipilah lagi, siapa kawan inti dan siapa kawan pinggir, bahkan mencurigai adanya ‘musuh dalam selimut’. Jika pun ada penerimaan terhadap perbedaan-perbedaan, tiada lain kecuali atas pertimbangan politik kepentingan, yang bersifat sesaat, pragmatis dan tanpa didasari pemikiran yang strategis berjangka panjang.
KP XV.000307 | KP XV YAH i | My Library (Perpustakaan) | Available |
No other version available