Text
Kebijakan Otonomi Khusus di Indonesia Pembelajaran dari kasus Aceh, Papua, Jakarta dan Yogyakarta
“Pembagian daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undangundang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa” dengan penjelasan: “Oleh karena Negara Indonesia itu satu eenheidstaat, maka Indonesia akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtgemenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan oleh undang-undang. Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah oleh karena di daerah pun pemerintah bersendi atas dasar permusyawaratan”. Politik desentralisasi tersebut diterjemahkan melalui kebijakan-kebijakan otonomi daerah, yang sejak 1945 hingga saat ini, Indonesia telah mempunyai sembilan kebijakan desentralisasi, yaitu UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, PP No. 6 Tahun 1959 jo Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2004. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi merupakan salah satu dari upaya penyelenggaraan pemerintahan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah, selain dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah. Tugas Perbantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Pertanyaannya, “mengapa ada otonomi khusus” di dalam suatu negara yang menganut paradigma politik administrasi negara yang desentralistik, seperti Indonesia yang memberikan status “otonomi khusus” bagi Aceh, Papua, Jakarta, dan status “istimewa” bagi Yogyakarta, yang pada saat ini sedang diperjuangkan Pembelajaran dari Kasus Aceh, Papua, Jakarta, dan Yogyakarta
KP XXI.000234 | KP XXI DJO k | My Library | Available |
KP XXI.000234-01 | KP XXI DJO k | My Library | Available |
PK00674PerpusKP | INA. II.05 KEM k | My Library | Available |
No other version available