Text
Tafsir kebencian: studi bias gender dalam tafsir qur'an
Jika hak-hak wanita merupakan masalah bagi sebagian kaum lelaki Muslim modern, hal itu bukan karena al-Qur'an ataupun hadits Nabi, bukan pula karena tradisi Islam, melainkan semata-mata karena hak-hak tersebut bertentangan dengan kepentingan kaum elite lelaki. (Fatima Mernissi) Buku ini merupakan buku yang berawal dari disertasi doktoral Dr. Zaitunah yang berjudul “Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam”. Dari judul tersebut, terlihat bahwa disertasi ini merupakan kajian yang mengupayakan kesejajaran antara pria dan wanita, dengan kata lain, disertasi ini merupakan salah satu usaha untuk mengupayakan terwujudnya kesetaraan gender ‘berbasis’ Islam. Buku ini ditulis dalam enam bab. Sebelum masuk dalam pembahasan, Dr. Zaitunah menyampaikan bahwa buku ini memang ‘berbeda’ dari buku-buku yang banyak beredar di masyarakat, karena buku ini dimaksudkan untuk membongkar tradisi yang sudah ada, yaitu tradisi patriarkat yang mendiskrimasikan dan mensubordinasikan kaum wanita. Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab II, Dr. Zaitunah memulai pembahasannya dengan kodrat kaum wanita beserta mitos-mitosnya, seperti menstruasi, mengandung dan menyusui. Di bab III, Dr. Zaitunah menggambarkan mengenai pandangan inferior terhadap wanita yang banyak didasarkan kepada teks-teks keagamaan (Islam) beserta dengan implikasinya, seperti hadits tulang rusuk dan kemampuan akal wanita. Selanjutnya dalam bab IV, Dr. Zaitunah mulai membahas konsep kemitrasejajaran antara pria dan wnaita. Di sini ia menawarkan kesejajaran dalam perundang-undangan, normatif, hingga hubungan sosiologis-antropologis, yang berimplikasi pada penafsiran ulang ayat-ayat Al-Qur’an agar tidak bias gender, seperti ayat qawwamah, kesaksian wanita dan waris. Di sini Dr. Zaitunah banyak mengambil pendapat Amina Wadud, Fatima Mernissi dan Asghar Ali Engineer. Di bab V, Dr. Zaitunah menghubungkan konsep kemitrasejajaran tsersebut dengan kodrat wanita. Di sini ia memaparkan bahwa kodrat tidak bisa menjadi penghalang bagi wanita untuk ‘sejajar’ dengan pria. Terakhir, Dr. Zaitunah menyimpulkan bahwa teks-teks keagamaan harus dimaknai dengan penafsiran yang tidak bias gender, sehingga konsep kemitrasejajaran dapat tercapai. Dari isi buku tersebut, terlihat bahwa Dr. Zaitunah sangat terpengaruh dengan pemikir-pemikir feminis seperti Amina Wadud, Fatima Mernissi dan Asghar Ali Engineer. Padahal, argumen-argumen mereka telah berguguran dan dikritik habis karena kerancuan berpikir dan kesalahpahaman mereka dalam memahami teks-teks keagamaan. Terlihat bahwa Dr. Zaitunah sangat jarang merujuk kepada ulama’-ulama’ salaf dan lebih memilih merujuk kepada tokoh-tokoh feminis tersebut, sehingga ia terkesan ‘tebang pilih’ tanpa mengecek validitas argumen tokoh yang dirujuknya tersebut. Buku ini sebenarnya sangat baik. Kekuatan analisanya cukup matang. Namun yang disayangkan, alat analisa dan rujukan yang digunakan tidak komprehensif, sehingga yang muncul adalah hasil kajian yang hanya mendukung argumennya sendiri. Wallahu A’lam.
KP.II.000245 | KP.II SUB t | My Library | Available |
No other version available