Text
Jurnal perempuan 43 : melindungi Perempuan dari HIV / AIDS
Data dari UNAIDS menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang terinfeksi HIV/AIDS terus meningkat tiap tahunnya. Saat ini di dunia terdapat 39,4 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS, dan diperkira-kan separuhnya adalah perempuan. Sementara di Asia 8,2 juta orang hidup dengan HIV/AIDS dan 2,3 jutanya adalah perempuan. Di Indonesia sendiri diperkirakan jumlah perempuan pengidap HIV/AIDS mencapai 21 % dari 5.701 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo juga melaporkan bahwa hingga Desember 2004, pengidap HIV/AIDS yang ditangani Pokdisus AIDS FKUI/ RSCM mencapai 635 kasus, dan 82 diantaranya (12,9 %) adalah perempuan dengan rentang usia 15-53 tahun, dan 76,8 % dari mereka telah menikah.
Disini dapat dilihat bahwa perempuan yang aktif secara seksual dan menikah adalah kelompok yang paling rentan. Pendekatan ABC (abstinence, be faithful or use condom) atau yang dikenal dengan setia pada pasangan dan menggunakan kondom nampaknya kurang berlaku di sini. Sebab terinfeksinya perempuan kerap bukan karena kurangnya pemahaman tentang penyakit tersebut, tapi lebih dikarenakan perempuan tidak memiliki kekuatan sosial dan ekonomi serta posisi tawar yang memadai untuk melindungi diri mereka. Contohnya adalah kasus yang sering terjadi terhadap perempuan Papua. Mereka terinfeksi dari suami yang sering pergi ke tempat prostitusi dan lalu menularkan kembali kepada anak mereka.
Perempuan muda kerap juga tidak kuasa menentang kehendak pacarnya untuk berhubungan seks sebagai bukti cinta, selain itu perempuan juga kerap tidak memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dalam penggunaan kondom. Karenanya selain peningkatan pemahaman akan kesetaraan gender dalam masyarakat perlu ditingkatkan, ketahanan perempuan dalam melawan ancaman HIV/AIDS bagi dirinya juga perlu didukung.
Berkaitan dengan HIV/AIDS, dari hasil penelitian di lapangan tim YJP menemui beberapa persoalan antara lain: Ibu yang terinfeksi HIV/AIDS yang ditularkan suami, dan lalu menularkan penyakit tersebut kepada janin yang dikandungnya, perempuan pekerja seks yang tidak kuasa menolak tamu laki-laki yang tidak bersedia memakai kondom. Akhirnya dikarenakan terdesak kebutuhan akan uang, ia pasrah menanggung resiko tertular HIV/AIDS, perempuan yang tertular HIV/AIDS saat mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi, dan remaja perempuan yang tidak kuasa menolak permintaan pacar untuk melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan dalih bukti cinta, perempuan yang menyandang stigma dan perempuan yang kehilangan haknya untuk bereproduksi dan mengasuh anak karena HIV/AIDS.
Kini saat yang tepat untuk masyarakat peduli akan nasib perempuan baik dewasa maupun anak-anak dalam penyebaran HIV-AIDS dan melindungi hak mereka demi terbebas dari virus yang mematikan ini. Sebelum Indonesia menjadi seperti negara-negara di kawasan sub sahara dimana tiga perempat populasi perempuan dunia yang mengidap HIV/AIDS tinggal disana. Dan bagi perempuan positif sendiri, dengan peningkatan pemahaman akan persoalan gender dalam persoalan HIV/AIDS ini diharapkan dapat membuat mereka lebih berdaya, membangun jaringan yang berguna bagi kebutuhan mereka (misalnya dengan membangun jalinan dengan organisasi-organisasi perempuan). Disamping itu perlu juga untuk memahami bentuk-bentuk diskriminasi gender dan kekerasan serta bagaimana agar dapat mengatasinya seorang diri ataupun diharapkan dapat menjadi survivor yang bisa menularkan kesadaran tersebut kepada perempuan positif lain dan saling menguatkan serta meningkatkan rasa persaudarian. Perempuan yang terjangkiti HIV/AIDS amatlah kental dengan diskriminasi gender, selain kasus perempuan yang terjangkiti HIV/AIDS karena pasangannya lebih dominan, perempuan dan anak- anaklah yang akhirnya menjadi korban, menyandang stigma seumur hidup terutama dari lingkungannya, kehilangan masa depan, dan kehilangan hak bereproduksi. Dari hasil penelitian di lapangan tim YJP menemui beberapa persoalan antara lain: Ibu yang terinfeksi HIV/ AIDS yang ditularkan suami, dan lalu menularkan penyakit tersebut kepada janin yang dikandungnya, perempuan pekerja seks yang tidak kuasa menolak tamu laki-laki yang tidak bersedia memakai kondom. Banyak lagi yang dikupas di dalam edisi ini yang bisa menjadi pembelajaran berharga.
KP.XVIII.000010 | KP XVIII JUR m | My Library | Available |
KP.XVIII.000010-01 | KP XVIII JUR m | My Library | Available |
No other version available