Text
Hak-hak asasi manusia : pendasaran dalam filsafat hukum dan filsafat politik
Koleksi tulisan dalam buku ini mengundang kita untuk mengambil jarak dari konflik berdarah yang sedang merobek-robek masyarakat Aceh, Poso, Maluku dan tanah PApua. Dengan tenang buku ini mengajak kita mengupas dasar filsafat politik dan hukum agar dapat menjernihkan dan menyelamatkan situasi. Hak asasi manusia bukan pemberian dari pemerintah karena ciri-cirinya terpahat pada martabat dan nurasi masing-masing orang. Hanya dengan mendasarkan kebijakan polotik dan susunan hukum pada etika (hak dan kewajiban perseorangan dan kelompok) politik dan hukum dapat kembali pada misinya yang sebenarnya kepentingan umum dalam kesetiakawanan dengan mereka yang menderita dan keberpihakan pada mereka yang dipinggirkan. ----------- Dalam Jilid ini terdapat : Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia; Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik; Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; serta artikel dari: Jack Donnelly, Jack Mahoney, F. De Wachter, Joel Feinberg, Josef Raz, Ronald Dworkin, Maurice Cranston, Henry Shue, John Rawls dan Alasdair Maclntyre. Hak asasi manusia lahir dari kajian mendalam tentang konsep hak kodrati dari pemikiran hukum alam. Hukum alam sendiri ialah suatu istilah yang dihadapkan kepada hal yang ghaib—supranatural, atau terhadap apa yang diwahyukan (ilahiah). N.E Algra tahun 1983, mengutip pendapat filsuf Cicero, mengatakan bahwa undang-undang yang benar ialah akal murni yang selaras dengan alam yang tersebar pada semuanya dan abadi. Jika dikaitkan dengan pandangan hukum, maka hak alamiah memiliki keterkaitan erat dengan berjalannya sistem hukum, yakni sebagai suatu justifikasi dari diberlakuannya sistem hukum dalam kehidupan masyarakat. Tak dapat dipungkiri, hukum alam memiliki sumbangan besar terhadap validitas universal yang terletak pada dasar pemberlakuan hukum yang diberikannya terhadap sistem hukum serta. Hukum alam juga menjadi landasan bagi konstitusi banyak negara. Hukum alam juga memberikan dasar moral pada hukum, sebagai sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari hukum selama hukum diterapkan pada manusia Hak alamiah yang kemudian dianggap melekat pada manusia inilah yang lambat laun memainkan peranannya dalam perjalanan ide sistem hukum positif, yakni sebagai pijakan dasar etis dalam pemberlakuan hukum positif. Hak alamiah juga melegitimasi kebebasan setiap manusia sebagai sesuatu yang niscaya. Filsuf Cicero memandang bahwa apa yang disebut sebagai hukum ialah sebuah akal yang selaras dengan alam, begitu juga pendapat alamiah Filsuf Grotius tentang manusia yang bagian dari pada alam sehingga sudah semestinya ketentuan-ketentuan umum pun lahir secara alamiah dari prinsip prinsip alam (ius hominus). Hukum manusia tersebut bukanlah lahir dari suatu akibat persetujuan bangsa-bangsa, melainkan dengan hukum alam yang ada pada manusia oleh karena ia manusia. Manusia oleh Grotius dengan rasionya dianggap mampu mengerti segala galanya, yakni melalui hukum-hukum matematis. Hukum matematika baginya ialah suatu pengertian universal yang didapatinya sebagai prinsip singulir yang lepas dari pada pengalaman. Sungguh jalan rasionalitas lah yang dimaksud ialah jalan yang real berakibat pada kesadaran akan suatu “hak asasi” untuk berkecenderungan hidup bersama dengan orang lain secara damai
KP.1.00068 | KP.1 CEU h | My Library | Available |
No other version available