Text
Cinta di Tengah Kengerian Perang : Surat-Surat Penghabisan dari Stalingrad
Menjelang surat ke sembilan belas dari tiga puluh sembilan surat yang dicantumkan dalam buku ini. Penulis suratnya macam-macam, ada prajurit, ada perwira. Ceritanya ada kegetiran, putus asa, harapan, strategi, keperwiraan, bahkan krisis iman.
Surat paling menyedihkan : Tentu sudah kucoba apa saja untuk bisa lolos dari perangkap ini, tetapi hanya tinggal dua jalur: akhirat atau Siberia. Permadani cerah meriah itu tidak ada lagi kini. Malam musim panas itu sudah lenyap, begitu juga lembah yang semarak. Permadani indah berganti gurun putih tanpa ujung, musim panas tidak pernah kembali lagi, hanya ada musim dingin; dan tidak pula hari depan - setidak-tidaknya untukku dan dengan demikian buatmu juga. Sekian lamanya aku selalu dicekam oleh perasaan yang tidak dapat kujelaskan, tapi hari ini aku tahu bahwa perasaan itu ialah kecemasan tentang engkau dan kedambaan padamu....Kau saksiku bahwa aku tidak pernah setuju perang ini, sebab aku takut berada di Timur, takut perang pada umumnya. Aku tidak pernah punya jiwa tentara; aku cuma seorang yang memakai seragam militer. Apa yang kudapat dari ini? Apa pula yang diperoleh orang-orang yang setuju perang dan pantang gentar itu? Ya, apa yang kami dapat dari ini? Kami, yang mendapat peran pelengkap penderita, figuran, dalam kegilaan yang menjila dan menjadi-jadi ini? Hikmah apa yang kita petik dari gugurnya seorang pahlawan
KP XX.000054 | KP XX SIM c | Perpustakaan Komnas Perempuan (Perpustakaan Komnas Perempuan) | Available |
No other version available