Text
Ekonomi politik media penyiaran
Perwujudan prinsip-prinsip penyiaran demokratis, yang bertumpu pada konsep diversity of ownership dan diversity of content, serta yang hendak memberikan akses seluas-luasnya kepada publik untuk turut mengatur dan menikmati pemanfaatan media sebagai ruang publik (publik sphere), masih membutuhkan waktu yang panjang. Setiap lini lembaga penyiaran di Indonesia: lembaga penyiaran komersial, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran publik masih mengandung paradoks yang kontraproduktif bagi proses transisi menuju sistem penyiaran demokratis. Kendala-kendala bagi transisi tersebut muncul pada aras sikap pemerintah sebagai pengambil kebijakan, perilaku dan orientasi kelompok pemodal, profesionalisme dan kemandirian kelas pekerja media, serta kesadaran publik akan hak-hak sebagai warga negara. Makna UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 dalam hal ini tak lebih sekedar satu momentum positif bagi demokratisasi ranah penyiaran. Ia salah-satu modal penting, namun bukan satu-satunya modal. Seberapa lama dan seberapa berhasil proses demokratisasi tersebut, pada akhirnya sangat ditentukan oleh dinamika ekonomi nasional maupun lokal, kontinuitas perubahan politik dan reformasi penyelenggaraan pemerintahan, persebaran kekuatan civil society, tumbuhnya kelas pekerja yang solid dan mandiri, serta keberhasilan pendidikan politik dan pemberdayaan ekonomi di tingkat akar rumput. Sebuah objek kajian yang sangat menarik bagi studi ekonomi-politik media.
Bekerjasama dengan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) JAKARTA
BK02343PerpusKP | GEN.0.70 SUD e | My Library | Available |
BK02344PerpusKP | GEN.0.70 SUD e | My Library | Available |
No other version available