Text
Agama pelacur dramaturgi transendental
Fenoma pelacuran tidak sekedar menunjukan adanya pola relasi gender yang timpang, mesin pengeruk uang dan kelompok sosial yang selalu mendapat cacian dan hujatan, tetapi lebih dari itu, ia memiliki dimensi kemanusian yang perlu diperhatikan dengan cara empati agar tidak terjebak untuk ikut-ikutan mengumpat dan menghujat mereka. "Hingga kini pelacur masih dilekati stigma buruk yang mencolok. Berbagai tudingan negatif pun kian semerbak, mulai dari masyarakat, pemerhati sosial, hingga kaum agamawan. Tak heran jika eksistensi pelacur tersisihkan dalam kancah kehidupan ini.
Kehadiran pelacur semakin terpojok ketika banyaknya media yang mengolak-alik laku hidupnya dengan begitu rendah, yakni sebagai pelaku dunia hitam. Pelacur pun acap disebut amoral, sesat, bahkan jauh dari keyakinan beragama (Tuhan). Namun, tahukah kita, apa yang sebenarnya dirasakan pelacur ketika melakukan hubungan seksual? ""Jijik dan rasa bersalah."" Ya, sebab pelacur bukanlah profesi yang diinginkan dengan sepenuh hati. Pelacur adalah profesi bagi orang-orang yang terlempar dari pergulatan kuasa sehingga mengalami ketidakberuntungan nasib dan kehidupan yang tersudut secara sosial, budaya, dan politik. Tindakan yang mereka jalani merupakan keterpaksaan sebagai akibat dari ketiadaan pilihan yang nyaman bagi kehidupannya.
Banyak buku yang membahas ihwal pelacuran, tetapi berbeda dengan buku Agama Pelacur; Dramaturgi Transendental karya Nur Syam ini. dalam buku tersebut, penulis mengaitkan pelacuran dengan laku kerohanian atau keyakinan beragama (Tuhan). Kota Surabaya menjadi tujuan lokasi penelitian yang—konon—dikenal sebagai tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara."
KP.VIII.2.000021 | KP.VIII.2 SYA a | My Library | Available |
No other version available