Text
Negara hukum, demokrasi dan judicial review
Sesungguhnya keinginan untuk menerapkan mekanisme pengujian undangundang terhadap UUD 1945 (constitutional review) telah mengemuka pada saat penyusunan UUD 1945 di era kemerdekaan. Pada saat itu Muhammad Yamin
mengusulkan agar Balai Agung –sebutan untuk Mahkamah Agung pada masa itu–diberikan kewenangan untuk “membanding” (menguji) undang-undang terhadap UUD 1945. Akan tetapi, Soepomo menentang gagasan tersebut dengan 2 (dua) alasan, yaitu:Pertama, Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan murni (separation of
powers) yang diusung oleh Montesquieu dengan konsep trias politikanya, sehingga tidaklah diperbolehkan kekuasaan kehakiman mengontrol kekuasaan membentuk undang-undang; Kedua, pada saat itu belum banyak para sarjana atau ahli hukum yang menguasi teori dan ilmu tentang pengujian suatu undang-undang.13 Oleh karena itu, akhirnya gagasan constitutional review tidak diatur sedikitpun di dalam UUD 1945 sebelum terjadinya perubahan. Namun demikian, wacana tersebut muncul kembali pada tahun 1970 dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan selanjutnya ditegaskan dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan pada Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi,“MPR berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945, dan Ketetapan MPR
KP.III.00064 | KP.III HUD n | My Library | Available |
No other version available