Text
Perempuan dibawa/h laki-laki yang kalah: kekerasan terhadap perempuan Timor Timur dalam kamp pengungsian di Timor Barat
Sejarah tentang perang biasanya sejarah tentang kepahlawanan. Dan sejarah kepahlawanan adalah sejarah para pemenang. Kurang lebih demikianlah warna penulisan sejarah maupun pencermatan sejarah. Kecendrungan ini rupanya berlaku juga untuk sejarah rakyat Timor Timur baru-baru ini, utamanya pasca Jajak Pendapat 1999 yang membawa dampak pada eksodusnya warga sipil Timor Timur dalam jumlah yang sangat besar ke wilayah Timor Barat.
Kubu yang bertikai entah yang, Pro Kemerdekaan yang menang dalam jajak pendapat maupun kubu Pro Indonesia yang kalah dalam Jajak Pendapat 30 Agustus 1999, larut dalm kisah mereka sendiri. Tokoh-tokoh bermunculan. Wacana yang berkembang luas di masyarakat pun tidak jauh berbeda. Berita sehari-hari yang bernuansa politis lebih kerap menampilkan tokoh-tokoh entah Eurico Guterres yang dianggap menjadi simbol perjuangan kelompok Pro Integrasi maupun Kay Rala Xanana Gusmao yang dianggap sebagai simbol perjuangan kelompok Pro Kemerdekaan. Dari dua belah pihak sejarah menjadi kisah kepahlawanan menurut versi masing-masing. Namun keduanya kerapkali sama-sama melepaskan diri dari sudut pandang paling pedih dari sejarah yang berlumuran darah itu sendiri yaitu sudut pandang sejarah dari posisi para Korban.
Dari sudut pandang para korban ada sebuah pertanyaan etis yang harus dikedepankan: siapakah yang paling menderita sebagai akibat peristiwa politik Jajak Pendapat 1999? Jika kita cermati dengan jernih dan tenang maka kita akan jujur mengatakan bahwa Perempuan dan Anak-Anak adalah korban-korban terdepan dari barisan para korban. Buku ini mengungkapkan sebagian fakta itu.
KP.II-00039 | KP.II KAR P | My Library | Available |
No other version available