Text
Analisis gender & transformasi sosial
Dalam buku ini tidak berambisi mengupas segala macam analisis sosial dari perspektif konsep gender. Penulis lebih berminat memaparkan pengertian kepada pembaca, yang bersifat pengantar,untuk memahami masalah-maslah emansipasi kaum perempuan dalam kaitannya dengan masalah ketidakadilan dan perubahan sosial dalam konteks yg lebih luas. Terdapat dua tanggapan atas perdebatan isu perempuan ini, tanggapan pertama memandang bahwa sebenarnya tak ada masalah antara posisi kaum laki-laki dan perempuan saat ini sehingga keadaan perempuan tidak perlu dipersoalkan. Kelompok yang berpendapat seperti ini umumnya adalah kaum yang mendapat keuntungan atas posisi perempuan saat ini dan mereka mempertahankan posisi yang membuat mereka nyaman. Tanggapan kedua adalah yang mengganggap bahwa memang ada ketidakadilan yang dirasakan perempuan saat ini, sehingga sesuatu harus diubah. Kelompok ini terbagi menjadi empat berdasarkan pertanyaan mengapa kaum perempuan tertindas, yakni: liberalis, radikalis, marxis, dan sosialis. Berikut uraian singkat mengenai kelomppok tersebut.
1. Golongan liberalis berasumsi bahwa kebebasan dan keadilan berakar pada rasionalitas
2. Golongan radikalis menganggap bahwa akar penindasan kaum perempuan adalah penindasan kaum laki-laki.
3. Golongan Marxis berpendapat bahwa eksploitasi kaum perempuan merupakan bagian dari eksploitasi kelas dalam hubungan produksi yang disebabkan oleh kapitalisme.
4. Golongan sosialis berpendapat bahwa perempuan, sebagai suatu kelas, mengalami penindasan hampir di setiap aspek kehidupan.
Manifestasi Gender pada Posisi Kaum Perempuan
Berdasarkan bab-bab sebelumnya persoalan perempuan merupakan persoaln yang sifatnya saling terkait dengan banyak hal lain. Perbedaan gender melahirkan adanya ketidakadilan gender yang kemudian melahirkan sifat dan stereotipe yang kemudian dianggap masyarakat sebagai ketentuan kodrat bahkan ketentuan Tuhan. Konstruksi/ rekayasa sosial ini mengakibatkan beberapa posisi perempuan, seperti:
1. Subordinasi kaum perempuan di hadapan laki-laki
2. Marginalisasi perempuan
3. Pemberian label yang memojokkan pada kaum perempuan
4. Tenaga perempuan lebih banyak keluar dibanding laki-laki
5. Kekerasan dan penyiksaan
6. Citra posisi/kodrat beredar di masyarakat tidak menguntungkan perempuan
Pelanggengan subordinasi, stereotipe, dam kekerasan terhadap kaum perempuan secara tidak sadar dilakukan oleh kultur patriarki. Namun, yang bisa disimpulkan dari penjabaran sebelumnya adalah perjuangan membela kaum perempuan tidak sama dengan perjuangan kaum perempuan melawan kaum laki-laki. Ini bukanlah perlawanan terhadap kaum laki-laki tetapi kepada struktur dan kultur ketidakadilan masyarakat yang sudah mendarah daging. Beberapa agenda guna mengakhiri sistem yang tidak adil ini antara lain:
a. Melawan hegemoni yang merendahkan kaum perempuan dengan cara melakukan dekonstruksi ideologi.
b. Melawan paradigm developmentalism yang berasumsi bahwa keterbelakangan kaum perempuan disebabkan oleh kaum perempuan yang tidak berpartisipasi dalam pembangunan.
Ketidakadilan Gender Harus Dihentikan
Salah satu kesulitan dalam mewujudkan posisi perempuan yang setara dengan laki-laki adalah spektrum ketidakadilan yang amat luas, dari masing-masing kepala kita, hingga urusan negara. Pemecahan ketidakadilan ini tak bisa dilakukan sekaligus dan harus bertahap.
Pertama, haruslah dibuat dan dilaksanakan upaya yang bersifat jangka pendek untuk mengatasi marginalisasi kaum perempuan dengan program pengembangan kaum perempuan serta melibatkan perempuan dalam menjalankan kekuasaan di sektor publik. Dalam mengatasi subordinasi, perlu diupayakan pelaksanaan pendidikan dan pengaktifan organisasi perempuan. Untuk menghentikan masalah kekerasan, kaum perempuan sendiri harus dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang melakukan kekerasan harus berhenti karena bila tetap diam, mereka menganggap kaum perempuan diam-diam menyukai kekerasan tersebut. Kemudian, kaum perempuan juga harus dibekali teknik untuk menghentikan kekerasan tersebut, dengan cara menulis di buku harian atau media massa gara bisa menjadi bukti jika suatu saat harus dibawa ke jalur hukum.
Rencana jangka panjang untuk persoalan ketidakadilan kaum perempuan adalah memperkokoh berbagai upaya jangka pendek tersebut dan melancarkan kampanye kesadaran kritis dan pendidikan umum kepada masyarakat untuk menghentikan ketidakadilan gender. Langkah pendukungnya ialah studi tentang pelbagai bentuk ketidakadilan gender untuk kemudian dilakukan advokasi guna mengubah kebijakan, hukum dan aturan pemerintah yang dinilai tidak adil atas perempuan.
Agenda Mendesak
Feminisme, sebagai gerakan sosial telah mencapai beberapa kemajuan di bidangnya, misalnya dalam politik, perempuan telah memiliki hak untuk memilih. Dalam pendidikan prestasi perempuan juga mengalami kemajuan yang signifikan dibanding laki-laki dan di bidang kesehatan, kondisi perempuan mengalami perbaikan yang luar biasa. Pada bidang ekonomi, kesempatan kerja untuk kaum perempuan pun meluas karena dianggap produktif. Prestasi terbesar gerakan feminisme justru pada kemampuannya dalam membawa isu perempuan sebagai isu global. Kini, banyak organisasi international dan negara merdeka mempunyai program untuk perempuan dan memmiliki divisi/kementrian sendiri yang mengurusi urusan perempuan.
Gerakan Feminisme di Indonesia: Tantangan dan Strategi Mendatang
Walaupun gerakan feminisme telah ada sejak tahun 60-an, namun pekerjaanya secara nyata dan menghasilkan perubahan barulag akhir-akhir ini. Pada periode pertama, yakni tahun 1975-1985, hampir semua LSM menganggap masalah gender bukanlah masalah yang penting. Periode dasawarsa kedua adalah tahun 1985-1995, saat itu merupakan tahap pengenalan dan pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud dengan analisis gender dan mengapa gender menjadi masalah pembangunan. Tantangan yang muncul pada dasawarsa kedua antara lain tantangan dari pemikiran dan tafsiran keagamaan yang patriarki serta tantangan gerakan kilas balik dari aktivis baik lelaki maupun kaum perempuan sendiri. Pada dasawarsa mendatang, dua strategi yang diusulkan adalah mengintegrasikan gender ke dalam seluruh kebijakan dan program berbagai organisasi dan lembaga pendidikan dan strategi advokasi. Persoalan penindasan perempuan bukanlah datang dari laki-laki secara langsung tetapi dari persoalan sistem dan struktur ketidakadilan masyarakat dan ketidakadilan gender. Gerakan kaum perempuan adalah proses gerakan untuk menciptakan hubungan antarsesama manusia yang secara fundamental baru, lebih baik, dan lebih adil. Maka sesungguhnya gerakan feminisme bukanlah gerakan untuk menyerang kaum laki-laki, namun merupakan gerakan perlawanan terhadap sistem yang tidak adil, serta citra partriarkal bahwa perempuan itu pasif, tergantung, dan inferior.
KP.II.-00196-2 | INA VII.41FAK a | My Library | Available |
KP.II-00196-1 | INA VII.41FAK a | My Library | Available |
No other version available