Text
Akar Kemiskinan Nelayan
Kemiskinan nelayan khususnya nelayan tradisional dan nelayanburuh merupakan masalah serius yang harus menjadi perhatian dan tanggung jawab semua pihak. Masyarakat nelayan berbeda dari masyarakat pada umumnya. Pendapat ini didasarkan pada realitas sosial bahwa masyarakat nelayan memiliki pola-pola kebudayaan yang berbeda dari masyarakat lain sebagai hasil dari interaksi mereka dengan lingkungan beserta sumberdaya yang ada di dalamnya. Pola-pola kebudayaan ini menjadi refrensi perilaku masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Dua pranata strategis yang dianggap penting untuk memahami kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan adalah pranata penangkapan dan pemasaran ikan. Kedua pranata sosial ekonomi tersebut dipandang bersifat eksploitatif sehingga menjadi sumber potensial timbulnya kemiskinan struktural di kalangan masyarakat nelayan (lihat Masyhuri, 1999)[2].
Keberadaan kedua pranata tersebut terbentuk karena kebutuhan kontekstual atau pilihan rasional masyarakat nelayan. Mereka jarang mempersoalkan keberadaan pranata tersebut secara negatif. Mereka menyadari bahwa sistem pembagian hasil atau pemasaran hasil tangkapan, yang menempatkan para pemilik perahu atau pedagang perantara (tengkulak) memperoleh keuntungan yang lebih besar dari kegiatan tersebut, dipandang sebagai kewajaran. Pembagian tersebut dianggap sesuai dengan kontribusi, biaya, dan risiko ekonomi yang harus ditanggung dalam proses produksi dan pemasaran hasil tangkapan. Persepsi demikian terbentuk karena faktor keterpaksaan atau karena tidak ada pilihan lain yang harus dilakukan nelayan. Kalaupun diantara mereka ada yang mengeluh, mereka tidak cukup daya untuk mengubah pranata tersebut agar lebih memihak pada kepentingan nelayan, khususnya nelayan buruh.
KP.XXV.00030 | KP XXV KUS a | My Library | Available |
No other version available